Dragon Age Bisa Jadi Game Live-Service? CEO EA Beri Pernyataan, Lead Bioware Punya Pandangan Lain

Dalam dunia industri game, perubahan besar kadang menghadirkan pro dan kontra yang sengit. Salah satu potensi kontroversi yang sedang menggema adalah keputusan untuk mengubah game legendaris seperti Dragon Age menjadi game live-service, sebuah langkah yang pernah diusulkan oleh CEO EA Andrew Wilson. Namun, pandangan ini langsung mendapat penolakan keras dari mantan Lead Bioware, Mike Laidlaw, yang dikenal sebagai sosok penting di balik kesuksesan seri Dragon Age.

Andrew Wilson, saat berbicara dalam panggilan investor, mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan jangkauan audiens, game seperti Dragon Age harus bisa memenuhi tuntutan pasar yang terus berubah, yang kini semakin menginginkan pengalaman dunia bersama dan keterlibatan yang lebih mendalam. Namun, hal ini sangat bertentangan dengan apa yang banyak dicintai oleh penggemar Dragon Age, yaitu narasi yang kuat dan pengalaman single-player yang mendalam. Wilson menambahkan bahwa dengan menambahkan fitur multiplayer dan fokus pada dunia bersama, permainan ini dapat melampaui audiens inti mereka.

Mike Laidlaw, yang pernah memimpin pengembangan Dragon Age, tidak tinggal diam. Laidlaw dengan tegas menanggapi ide tersebut. Ia menyatakan bahwa jika keputusan seperti itu diambil untuk mengubah DNA dari Dragon Age menjadi game multiplayer, maka ia merasa harus mundur. Menurutnya, mengubah game dengan basis penggemar setia menjadi sebuah permainan live-service MMORPG dengan elemen grinding dan microtransaction sangat bertentangan dengan fondasi Dragon Age yang selama ini dikenal.

“Jika seseorang mengatakan kepada saya bahwa kunci keberhasilan dari IP single-player yang sangat sukses adalah dengan mengubahnya menjadi game multiplayer murni, saya akan merasa, mungkin sudah saatnya saya mengundurkan diri,” kata Laidlaw.

Lebih jauh lagi, perubahan ini juga berhubungan dengan perkembangan terbaru dari Dragon Age: The Veilguard, yang menerima ulasan campur akibat kritik terhadap DEI (Diversity, Equity, Inclusion). Kabar burung menyebutkan bahwa Dragon Age sempat diusulkan untuk dibuat dalam format live-service, yang lebih menekankan pada elemen-elemen MMORPG dan monetisasi seperti yang terlihat pada Fallout 76. Namun, bagi banyak penggemar, perubahan besar ini justru dirasa sebagai langkah mundur dalam kualitas yang semestinya dipertahankan.

Cerita ini seakan menjadi babak baru dalam perjalanan panjang Bioware yang dulu terkenal dengan kualitasnya dalam membuat narasi yang mendalam dan gameplay yang mengutamakan pengalaman single-player. Setelah ketegangan internal ini, Bioware harus menerima kenyataan bahwa banyak personel kunci mereka mulai meninggalkan proyek, termasuk penulis yang sempat dipersiapkan untuk menggarap proyek Ghost of Yotei, dan penggantinya yang sekarang fokus pada game adaptasi Dungeons & Dragons.

Perspektif Masa Depan: Bisakah Dragon Age Menjaga Identitasnya?

Ke depannya, banyak yang bertanya apakah Dragon Age akan terus memegang teguh identitasnya sebagai game single-player RPG dengan cerita yang mendalam, ataukah ia akan berubah menjadi game dengan elemen live-service yang lebih berfokus pada multiplayer dan monetisasi. Yang jelas, dunia game sedang menunggu keputusan besar dari EA dan Bioware mengenai arah masa depan waralaba legendaris ini.

Dengan perubahan besar ini, industri game mungkin akan melihat apakah langkah-langkah radikal dalam mengubah formula klasik benar-benar dapat diterima oleh penggemar lama, atau justru akan menciptakan perpecahan yang lebih dalam. Seperti yang dikatakan Laidlaw, jika perubahan tersebut mengorbankan esensi dari apa yang membuat Dragon Age istimewa, mungkin ada banyak penggemar yang lebih memilih untuk berpisah dengan franchise ini daripada melihatnya terdegradasi menjadi sekadar live-service.

This entry was posted in Berita Game, Home and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *